Bab 712
Bab 712 Penghinaan yang Besar
“Aku ….
Tuan Besar Misra Basagita membuka mulutnya dengan lebar.
Sama seperti tamu undangan lainnya yang berada di dalam hall, dia juga menatap Luna sekeluarga dengan tatapan terkejut.
Baru saja Gilang mengatakan bahwa Luna sekeluarga adalah tamu kehormatan Keluarga Misra!
Yanto, Wisnu dan yang lainnya benar–benar sudah kesal setengah mati.
Mengapa? Mengapa Luna sekeluarga bisa menjadi tamu kehormatan Keluarga Misra!
Mereka tidak bisa menerima kenyataan ini.
Namun, hal yang mereka tidak ketahui adalah hal yang jauh lebih sulit mereka terima masih menanti mereka.
Tepat pada saat ini, tiba–tiba Gilang menunjuk ke arah pintu dan berkata pada Tuan Besar
Misra Basagita dengan dingin, “Pergi sana! Kamu dan seluruh keluargamu pergi sekarang juga!
“Berani–beraninya kalian mengusir tamu kehormatanku! Kalian nggak perlu menghadiri perjamuan malam ini lagi!”
Sontak saja ucapan Gilang langsung membuat suasana di dalam hall menjadi heboh.
Demi membantu Luna sekeluarga untuk melampiaskan kekesalan mereka, Gilang mengusir Tuan Besar Misra Basagita dan seluruh keluarganya!
Di dalam lubuk hati pria paruh baya itu, Luna sekeluarga jauh lebih penting dibandingkan puluhan orang itu!
“Syukurin! Tadi mereka masih bersikap arogan dan hendak mengusir orang lain! Siapa sangka mereka sekeluarga bukan apa–apa di mata Tuan Gilang Keluarga Misra!”
“Mereka mengira hanya dengan berganti marga saja mereka sudah bisa menjadi anggota keluarga kaya terkemuka. Di mata anggota inti Keluarga Misra, mereka nggak lebih dari sekadar pelayan untuk diperintah.”
“Eh, benar juga. Bagi pelayan yang setia pada majikannya, maka keluarga kaya terkemuka akan memberi hadiah berupa marga
Mendengar sindiran dan ejekan yang ditujukan pada mereka, Wisnu dan yang lainnya merasa diri mereka sudah tersambar petir.
Mereka benar–benar tidak bisa memercayai dan tidak bisa menerima apa yang telah terjadi.
RIE DOKUS
Mereka sudah menyerahkan segala sesuatu milik Keluarga Basagita kepada Keluarga Misra. Bahkan mereka juga sudah mengganti marga mereka.
Mereka dimaki pengkhianat leluhur dan menjadi bahan tertawaan di Kota Banyuli.
Namun, di mata Gilang, mereka tidak bisa dibandingkan dengan Luna sekeluarga yang bahkan tidak melakukan apa–apa.
Tuan Besar Misra Basagita juga hampir menggila.
Mengapa?!
Mengapa?!
Mengapa Gilang memperlakukan mereka seperti ini?!
Mengapa Keluarga Misra memperlakukan mereka seperti ini?!
Awalnya, dia mengira dengan berganti marga dan menyerahkan seluruh aset keluarganya kepada Keluarga Misra, maka dia bisa menjadi anggota sebuah keluarga kaya terkemuka.
Biarpun dia dimaki oleh banyak orang, juga tidak masalah.
Namun, sekarang, apa yang dia dapatkan? Dia malah dimarahi oleh Gilang seperti seorang pelayan.
Ekspresi Tuan Besar Misra Basagita berubah menjadi muram, dia benar–benar enggan menerima kenyataan ini.
Namun, dia hanya berani melampiaskan amarahnya dalam hatinya. Dia tidak berani membuka mulutnya untuk menyalahkan Gilang.
“Gilang, apa kamu sedang bercanda….
Dia mencoba untuk memastikan sekali lagi dengan sikap hormat.
“Apa perlu aku mengulangi ucapanku sekali lagi?”
Gilang bahkan tidak memberinya kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya. Pria paruh baya itu menunjuk ke arah pintu dan berkata, “Pergi sekarang juga!”
Ditatap oleh Gilang dengan tatapan tajam dan dingin, Tuan Besar Misra Basagita sangat kecewa sekaligus sakit hati.
“Oke, kami akan pergi sekarang juga.”
Selesai berbicara, dia berbalik dan berjalan menuju ke arah pintu.
“Kakek!” seru Wisnu yang masih enggan menerima kenyataan ini.
“Ayah!”
Yanto juga berseru dengan nada tidak terima.
Anggota baru Keluarga Misra lainnya tentu saja juga tidak terima diperlakukan seperti ini.
Mereka memelototi Luna sekeluarga dengan penuh kebencian.
Namun, mereka bahkan tidak berani bertanya pada Gilang mengapa mereka diusir.
“Apa kalian nggak dengar? Kita diminta untuk pergi dari sini!”
Tuan Besar Misra Basagita mengerang dengan penuh amarah, ekspresinya terlihat ganas.
Yanto dan yang lainnya tidak berani berbicara lagi.
Di bawah tatapan mengejek tamu undangan yang berada di dalam hall, Tuan Besar Misra Basagita membawa seluruh keluarganya berjalan keluar dari hall tersebut.
Jelas–jelas jarak antara bagian tengah hall dengan pintu hall sangat pendek.
Namun, Tuan Besar Misra Basagita merasakan dirinya seperti menempuh perjalanan yang sangat jauh.
Dia tidak pernah menerima penghinaan seperti ini.
“Kalau ingin dipandang tinggi oleh orang lain, hal pertama yang harus dilakukan adalah memandang tinggi diri sendiri.”
Suara Ardika memecah keheningan. Belonging © NôvelDram/a.Org.
Semua orang mengira Ardika sedang melontarkan sindiran.
Sebenarnya, Ardika hanya sedang mengutarakan pandangannya dalam satu kalimat.
Situasi yang dihadapi oleh Tuan Besar Misra Basagita dan yang lainnya adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri.
Mereka sendiri yang menjadikan diri mereka sendiri sebagai bahan tertawaan.
Gilang hanya melirik Ardika dengan acuh tak acuh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dia berjalan menghampiri Luna sekeluarga, lalu tersenyum dan berkata, “Jacky, aku dengar Pak Farlin sedang mengobati kakimu, apa rencana pengobatannya sudah selesai?” @